Kontemplasi 27 Tahun, Terseok-seok Menghadapi Quarter Live Crisis

Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda. Dan yang tersial adalah berumur tua – Soe Hok Gie

Quarter live crisis yang aku tau ada di usia 25 tahun. namanya aja quarter, yha kemungkinan ada di kisaran usia 25. Tapi nyatanya sampe saat ini masih ngerasa krisis hidup.

Aku ngerasa krisis banget pas setelah lulus sebenernya. Itu kurang lebih setahun sampe akhirnya bisa kerja sesuai passion dan bahagia menikmati pekerjaanya.

Masuk tahun ketiga mulai deh tuh rada goyah dan bimbang sama hidup. Terlebih setelah satu persatu teman-teman mulai menikah dan punya anak. Udah ga bisa lagi main sebebas dulu, mulai kemana-mana sendiri.

Lalu kemudian ku melihat diri ini, kok ya aku gini-gini aja ya.

Gini-gini aja yang sebenernya ada something. Cuma belum bisa diproses aja dalam hati ini.

Sejak pandemi, ngerasa segala hal jadi lebih sulit dan terbatas. Belum lagi beasiswa yang gagal berkali-kali bikin ngerasa apa aku ini harus menyerah sama mimpiku.

Pikiran untuk mati lebih cepat pun terlintas sangat sering. Aku tau bunuh diri ga dibolehin tapi bener-bener udah hopeless sama hidup. Ga tau mau ngapain lagi.

I just wanna die every single day. Dan apa-apa yang aku lakukan berharap bisa mengurangi dosa.

Aku mempertanyakan tujuan hidupku apa. Alasan kenapa aku dilahirkan. Dan sebagainya.

Sebenernya keinginan untuk mati muda, mati lebih cepat udah terlintas sejak masa kuliah karena baca buku soe hok gie. Dia bilang nasip terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda. Dan yang tersial adalah berumur tua.

Ntah kenapa aku jadi pengen mati muda. Cari tau tentang kematian. Terus ketemu penjelasan dari quraish shihab yang masuk banget di pemikiran aku. Aku beli bukunya untuk cari tau lebih lanjut.

Bayangan kematian yang selama ini menakutkan jadi tampak lebih tercerahkan. Yha aku udah pernah nulis tentang ini sebelumnya.

Terus aku liat penjelasan mas sabrang atau noe letto. Yang ternyata lagu-lagunya letto mengisahkan tentang hubungan tuhan dengan manusia.

Dari semuanya yang paling relate ya lagu yang judulnya lubang dihati. Lagu yang menceritakan tentang rasa hampa meski saat ini telah memiliki apa-apa saja yang diinginkan.

Kubuka mata dan kulihat dunia
T'lah kuterima anugerah cintanya

Tak pernah aku menyesali yang kupunya
Tapi kusadari ada lubang dalam hati

Kucari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Kumenanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati

Apakah itu kamu? Apakah itu dia?
Selama ini kucari tanpa henti
Apakah itu cinta? Apakah itu cita?
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Kumengira hanya dialah obatnya
Tapi ku sadari bukan itu yang kucari
Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
Dan kuyakin kau tak ingin aku berhenti

Mas Sabrang juga pernah bilang kalau dia pengen segera mati, ingin segera bertemu allah. Kenapa begitu lama toh nantinya juga bakal mati juga.

Lirik dalam lagu ini tu semacam jawaban sih, bahwa aku harus terus melanjutkan perjalanan panjang ini.

Terus aku juga pernah nemu quotes tentang bunuh diri. Bahwa sebenernya alasan orang bunuh diri itu karena keadaan yang ga sesuai dengan yang diinginkan. Tapi dari pada mempertanyakan tujuan hidup lebih baik berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.

Lalu aku daftar fellowhship dan keterima. Ga nyangka dong, aku ini hidupnya penuh kegagalan tiba-tiba dikasih berhasil ya kaget.

Aku mempersiapkan mental untuk gagal tapi lupa mempersiapkan diri untuk berhasil.

Aku bahas tentang teman tuli masa pendemi. Meski sebelumnya beberapa kali pernah bertemu dengan teman tuli namun ini sesuatu yang beda.

aku ketemu, ngobrol, dan merasa hati aku lebih bahagia. Kayak ada tujuan baru dalam hidup dan tiap mau ketemu mereka tu rasanya excited gitu.

Meski ga bisa dipungkiri juga fellowship ini tu bikin pusing dan bikin deg degan tiap saat.

Oiya aku dapet fellowship citradaya nita 2021 yang diadakan oleh ppmn.

Bertemu teman tuli adalah suatu hal yang bikin aku bahagia entah karena apa. Bahkan dengan atau tanpa fellowhip ini pun aku akan tetap belajar bahasa isyarat supaya bisa interaksi dengan mereka.

Beberapa kali ketemu dan bisa ngobrol tuh asik banget sih. Aku ngerasa lebih banyak senyum sama mereka. Meski program ini bikin sakit kepala juga.

Semoga lebih bisa menikmati hidup di usia ini dan usia-usia selanjutnya. Lebih bisa mensyukuri hidup dan bahagia dengan hal-hal yang sederhana.

Harapan terdalam tentunya selalu terucap dalam doa. Semoga disegerakan ya.

 

Komentar