Sebenernya ga niat buat ulasan mendalam tentang film
dokumenter ini. Cuma tiba-tiba keinget sama seorang teman dan kembaran, bisa
dibilang dia aktivis lingkungan yang dari dulu consern banget terhadap isu-isu
lingkungan mulai dari obrolan, buku, musik semuanya deh.
Asimetris ini film dokumenter karya Indra Jadi dan Dandhy
Laksono yang diproduseri oleh watch-doc. Sebenernya lagi aku ga suka film
dokumenter karena suka bikin ngantuk. Entah kenapa pas nonton ini ga ngantuk. Mungkin
karena nonton bareng.
Sehari sebelumnya aku ketemu sama bang Fery karena sebuah
proyeksi dari redaktur yang meyuruh aku buat bikin ulasan tentang film
dokumentar the green lie. Bang Fery ini aktivis lingkungan Jambi yang berperan
dalam film itu.
Sedikit cerita dia bilang apa yang dianggap orang bahwa
sawit ramah lingkungan adalah sebuah kebohongan. Fakta di lapangan ada
perampasan tanah adat, kerusakan lingkungan, penggusuran tanah, pelanggaran
ham, dan kerusakan lainnya.
Film the green lie ini karya orang Jerman, Kathrine
Hatmen yang sebelumnya membuat buku dengan judul yang sama. Buku itu meledak
hingga membuat produser tertarik untuk menggarap sebagai film dokumenter. Film ini
udah masuk dalam nominasi berlinale 2018 kategori documentary award. Dan belum
ada rencana penayangan di Indonesia.
Kalau dilihat di triler nya yang bahasa inggris, karena
ada yang bahasa Jerman juga, film ini kurang lebih sama mengangkat isu sawit
yang dikatakan ramah lingkungan padalah sebetulnya tidak begitu karena beberapa
faktor tadi. Aku lihat itu berdasarkan triler dan cerita bang Fery tadi.
Jadi ketika aku lihat asimetris ini kayak ada sebuah
kesamaan yang menyangkut hal ini. Bahwa dibalik sawit yang dikatakan orang ramah
lingkungan ternyata mengundang banyak konflik didalamnya dan merugikan
orang-orang kecil.
Bedanya dengan the green lie yang hanya mengambil daerah
Jambi dan Bali untuk wilayah Indonesia, asimetris membahas beberapa wilayah di
Indonesia yang memproduksi sawit diantaranya Sumatera dan Kalimantan.
Asimetris juga membahas pembukaan lahan dengan cara
dibakar. 2015, ada banyak orang yang terinfeksi sesak napas karena kepulan asap
kebakaran hutan. Ada 3200 titik api terhitung Juni hingga Oktober 2015, luasnya
mencapai 4 kali lipat pulau Bali. Hal ini juga terjadi di Indonesia Timur.
Indonesia yang tadinya berwajah hijau, dalam film ini
memandang bahwa sawitlah yang membuat Indonesia tidak lagi hijau. Selain keuntungan,
ada banyak dampak negatif lain dari sawit. Hutan yang terbakar, tanah yang
gersang juga air yang tercemar jadi dampak yang mengerikan dari sawit.
Aku jadi teringat dengan sebuah acara yang diadakan oleh
Walhi tentang diskusi Merun. Aku yang tidak tau apa itu merun, bahkan cari di
google pun juga tidak ada baru tau bahwa merun merupakan kearifan lokal. Yaitu sistem
membakar lahan dengan waktu tertentu.
Sejak 2015, pemerintah benar-benar membuat aturan nol
pembakaran. Yang membakar maka akan dikenakan sangsi. Diantara peserta yang
hadir adalah masyarakat. Dia bercerita bahwa ada temannya yang ditangkap karena
membakar dilahan pribadi miliknya. Sungguh ironi yang menyayat hati.
Aku sebenernya heran juga sih, kenapa ada orang yang
memiliki empati yang begitu tinggi terhadap kepentingan orang lain. Karena aku
orangnya apatis. Kenapa ada orang yang rela berjuang untuk kepentingan orang
banyak. Sedang aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Semoga orang-orang yang berjuang untuk kepentingan orang
banyak itu selalu diberikan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan, dan
ditempatkan disurga jika ia tidak bisa mendapatkan keadilan di dunia.
Komentar
Posting Komentar