Seleksi PPAN 2018 Jambi yang Membuka Cakrawala Pemikiran



Bismillahirohmanirohim
 
Pembaca yang budiman dan pakdiman. Kali ini aku mau menceritakan kisah yang tidak kasih, dalam perjuangan mengikuti seleksi PPAN. Apa itu PPAN?

Adalah singkatan dari Pertukaran Pemuda Antar Negara yang diadakan Kemenpora ditiap tahunnya. Setiap provinsi memiliki berbeda-beda kuota dan negara. Kali ini Jambi kebagian dua kuota. Satu laki-laki untuk program SSEAYP dan satu perempuan untuk program AIYEP.

What? Cuma satu? Iya, cuma satu. Tapi taukah kamu berapa orang peminatnya? Hampir 50 orang. Belum lagi jumlah pendaftar laki-laki dan perempuan tidak imbang sehingga aku yang perempuan ini merasa lebih banyak saingan. Hmm, tunggu, tunggu, mungkin kata yang tepat bukan saingan tapi teman seperjuangan kali ya.

Kita mulai kisah ini dari sebuah alasan. Jadi alasan apasih yang dimiliki seorang Ulies bisa ikut seleksi ini? alasannya dibagi jadi tiga bagian. Pertama karena memang dari kecil punya cita-cita ingin keluar negeri tapi sampe umur yang hampir 24 ini aku belum mencapainya. Alasan kedua, aku ga begitu yakin sama hal ini sebetulnya tapi aku penasaran dan pengen banget nyoba kali ini aja. Karena aku udah hampir mau daftar pada tahun sebelumnya namun berkas itu tidak pernah sampai ke panitia karena aku urungkan niat untuk daftar, aku lagi training kerja saat itu. Ketiga, karena dipaksa Kak Yossy. Dia adalah salah satu pemenang tahun lalu. Dia yang tiap hari selalu nanya “dek jangan lupa kumpulin berkas yah. Pokoknya harus ikutan ini”.

Berbekal tiga alasan itulah aku ikut. Dari awal capaianku memang bukan untuk jadi pemenang. Kak yossy pun bilang kalo capaiannya minimal sampe ke final aja. Karena kalo aku menang, mana bisa aku izin 4 bulan buat program ini dan ninggalin kerjaan. Padahal belum tentu pula aku menang, iya kan.

Tapi sesungguhnya alasan terkuat adalah penasaran, sampe dimana sih kemampuan aku. Oke kalo penasaran mari kita coba.

Daftarlah aku di hari terakhir dan memperoleh nomor urut 32. Ga ada seleksi berkas, jadi setelah anter berkas besoknya langsung tes hari pertama. Tes hari pertama ini adalah toefl, psikotes, pengetahuan umum dan essay.

Susah ga? Susah banget gilak! Toefl aku ngantuk, psikotes entah apa yang aku gambar, pengetahuan umum apa lagi, aku ngerasa bego banget pas ngisi soal-soal itu. Essay? Oh tentu saja aku mengarang bebas.

Nah beruntungnya aku, ternyata yang mendaftar tidak mencapai kuota untuk karantina. Sehingga yang ikutan tes hari pertama bisa langsung ikut karantina. Kalau tidak salah ada 49 orang.

Kalo denger dari Kak Yossy, untuk seleksi PPAN Jambi ini lumayan enak banget. Karena di kota lain seleksinya ga seenak di Jambi yang sering diadakan di hotel dan dibikin nyaman banget pokoknya.

Nah pada hari pertama ada beberapa orang aku kenal seperti anak-anak JSS (Jambi scholarship seeker), ada beberapa narasumber yang pernah aku wawancara baik itu peserta maupun panitia bahkan pemateri, dan ada Iin, peserta yang tahun lalu ikutan PPAN 2017 dan masuk final. Aku ketemu Iin saat psikotes kerjaan. Aku lolos, sedangkan dia punya jalan yang lebih baik, kegiatannya banyak memberiku ide untuk liputan. Jadi meskipun selama satu tahun ini aku jarang ketemu Iin tapi tiap ketemu dalam kegiatan yang berfaedah. Seperti kegiatan sosial, saling pinjam buku, temenin nonton dan kegiatan lainnya deh, lupa.

Awalnya emang belum deket banget sama anak-anak JSS ini seperti Lisa dan Anggi, ada satu lagi Fadhil, karena dia cowo jadi emang kurang ada momen buat ngobrol bareng. Pas saat dikarantina aku baru ngerasa deket banget sama mereka.

Saat sebelum karantina, bahkan sebelum tes hari pertama aku udah dilema banget. Ada banyak berita mingguan yang belum rampung tapi bismillah aja buat ngejalanin semuanya.

Karantina hari pertama, aku banyak ngobrol masih sama Lisa dan Anggi. Sesekali berinteraksi sama yang lainnya. You know lah kan aku introvert. Agak susah gitu kalo langsung berbaur sama orang asing. Tapi lama-lama ya dibawa santai aja, sok-sok asik aja buat ngobrol padahal dalam hati deg degan ga tau mau ngobrolin apa.

Pas pembagian kamar aku fikir aku bakalan sama Anggi karena nomornya deketan, tapi ternyata engga. Aku kebagian sama Sopi. Nah ini orang baru lagi. Pas pembagian kunci aku baru kenalan sama dia. 

Oh iya kami dikarantina di Royal Garden Resort. Tempatnya enak, nyaman meski wc nya agak eror. Awalnya sama Sopi agak malu-malu. Biasa lah baru kenal, pas udah lama dikit kami pun menggila bersama. Hahaha

Aku beruntung bisa dapet roommate kayak Sopi. Dia jarang mandi, jadi waktu mandiku bisa lebih leluasa. Dia cepet dalam bersiap, sehingga lebih banyak dia yang nunggu aku. Dan dia orangnya santai banget, dan bikin aku lebih calm karena selama disana aku over thinking banget. Yah tida sangka karena dia juga anak seni tapi bidang desain costum.

Karantina hari pertama, tesnya adalah wawancara. Ada empat pos yaitu bahasa inggris yang otomatis harus menjawab dalam bahasa inggris pula, pos psikologi yang membahas tentang diri ini, pos kepemudaan dan komunikasi ditanya tentang pemimpin dan tentang program dan pos agama. 

Pada pos kepemudaan aku ditanya tentang apa yang aku ketahui tentang AIYEP. Boleh dijawab pake bahasa inggris boleh bahasa indonesia. Aku rada bengong lama, padahal aku udah tau jawabannya tapi proses pemikiran dan perkataan ini tidak sejalan. Oh tuhan, susahnya jadi introvert.

Tentang kepemimpinan aku ditanya mana yang lebih baik pemimpin tua atau pemimpin muda. Aku menjawab, tidak masalah pemimpin itu tua atau muda yang terpenting pemimpin itu memiliki pikiran terbuka terhadap hal-hal baru. Lalu mereka memberi aku komentar agar aku harus lebih banyak membaca. Aku butuh banyak referensi lagi katanya. Hmm baik.

Kemudian di pos agama aku ditanya, gimana kalo di Australia tinggal sama orang tua angkat yang menyimpan babi dalam kulkasnya meski dalam kotak yang berbeda, trus ditanya juga gimana kalo orang tua angkat nanti punya anjing dalam rumahnya. Entah apa yang aku jawan malam itu, karena aku ngantuk banget dan lelah banget.

Selama menunggu giliran wawancara panitia mendatangkan beberapa narasumber inspiratif yang memiliki dampak bagi kehidupan masyarakat. Keren lah pokoknya.

Kami juga diminta untuk cari couple yang lawan jenis. Karena jumlah perempuan lebih banyak aku pun bingung dan langsung asal aja cari couple. Untunglah dia pasrah. Jadi tugasnya adalah couple ini bertanggung jawab satu sama lain, saling mengingatkan hal-hal penting seperti jangan tidur larut karena besok akan ada banyak kegiatan, bangunin solat subuh karena kegiatan dimulai setelah subuh, ingetin perlengkapan couple seperti nomor peserta yang sering kali lupa dipasang. Ya begitulah kami saling mengingatkan akhirnya.

Aku belum bisa tidur saat hari pertama. Disaat Sopi sudah tidur dan dia tampak tidak khawatir dengan apa yang terjadi ada hari esok, aku masih harus ngetik berita yang belum rampung, masih harus mikirin besok mau perform apa karena hari kedua adalah tes bakat dan wawancara community development. Belum lagi aku lelah dan kaki aku pegel karena ga terbiasa pake hils yang tingginya padahal hanya 3 cm. Heuh. Aku ga bisa tidur lagi karena efek kopi. Capek tapi ga bisa tidur gitu loh. 

Tiba-tiba bangun pas alarm bunyi. Hah udah pagi aja. Aku dan Sopi bersiap untuk olahraga di hari kedua karantina. Karena dia cepet jadi aku enjoy aja sekamer bareng Sopi ini.

Ada satu panitia, dia pemenang SSEAYP tahun 2016 kalau ga salah. Dia ini bisa jadi sosok yang tegas, inspiratif, motivator dan dia bisa pimpin senam dengan badan yang luwes. Wow. Aku kagum sama sosok yang serba bisa kayak gini. Sebenernya aku pertama kali ketemu pas dia bikin program di car free day yaitu belajar bahasa isyarat bareng tuna rungu. Dari situ aku mulai kagum sama dia. ketemu lagi pas aku daftar di komunitas SEAD. Yaitu komunitas yang mengajar anak rimba. Dia ngenalin aku donk “kamu wartawan ya” katanya. Ketiga ini ya di seleksi PPAN 2018 dan dia yang wawancara aku pas community development.

Jujur karantina hari kedua ini jadi hal yang paling aku takutin. Jadi hal yang bikin aku mungkin ga jadi karna ini, “tes bakat”. Peserta harus menampilkan bakat apapun yang mereka punya. Dan aku yang anak seni berotak kiri dan introvert ini pun merasa malu untuk nampilin pantomime. Aku baca puisi, pantomime dan dance. Gilak ga tuh. Banget!!!

Si couple aku yang namanya Ikbal inilah yang terus-terusan nyemangatin buat aku tampil. Hmm ada gunanya juga sebagai couple. Pas dikamer aku sempe hapus make up pantomim karena malu. Ih ampun deh rasanya tuh kayak mau bunuh diri aja daripada harus tampil depan umum. Secara aku anak seni yang hobinya dibelakang panggung bukan depan panggung. Big thanks to Sopi dan Ikbal yang support aku buat tampil dalam tes bakat ini.

Buat wawancara community develompent ga terlalu gimana sih. Nyantai aja. Dan hari kedua karantina ini aku ngerasa seneng banget saat ketemu sama Lisa atau Anggi. Padahal sebelumnya ga gini-gini amat. Sampe aku bilang “I miss you” pas ketemu di meja makan. Rasanya kayak udah lama banget ga ketemu.

Saat malam kami diminta untuk nampilin perform gabungan. Aku ngajuin ide tapi ide aku ga disetujiu. Oke baik. Dan aku diminta tampil pantomime lagi bersama satu orang yang juga nampilin pantomim. Keren lah dia ini. namanya Tornado. Eh siapa ya nama sebenernya, seinget aku namanya Tornado. Dan penampilanku bareng dia berdua doang, sedang yang lain berkelompok banyak banget. Tapi pada bilang keren semua baik panitia maupun temen peserta yang lain. Alhamdulillah.

Inilah malam terakhir yang menegangkan bersama teman-teman. Meski ga semua orang sempat aku ajak ngobrol tapi mereka punya good impression saat pertama kali ketemu.

Hari ketiga, hari penentuan apakah lanjut ke 20 besar atau tidak. Pagi tetap dimulai dengan senam bersama. Kemudian packing, yang sebenernya udah dilakuin dari semalem. Cuma pagi lebih beneran packing aja. Terus aku sama Sopi kan cepet ya siap-siapnya, kami pun berfoto karena dari kemaren-kemaren belum sempat foto. Mulai dari kamar mandi, kasur, tv, ruang tamu dan semua tempat deh. Terus kami sarapan secepatnya, dua menit. Hah apaan.

Sebenernya dari hari kedua karantina waktu makanku jadi ga nyaman lagi sih. Makan dicepet-cepetin sama pemimpin kelompok yang dipanggil pak rt bu rt. Eh iya nama kelompok kami samawa squad. Aku ga setuju banget sama nama ini. kok sebagain besar dari anak-anak pada setuju ya. Aneh banget. Dan tau siapa yang mengusulkan nama? Ya si Ikbal couple ku inih. Huuh 

Tibalah saat mendebarkan. Ga juga sih sebenernya karena ku yakin aku ga lolos. Pengumumannya semacam ajang pencarian bakat gitu loh yang harus maju ke depan pegang tangan temennya peluk temennya dan dibilang kamu berhasil lolos atau maaf kamu harus pulang.

Sebelum itu kami yang memiliki couple ini saling berhadapan untuk mengungkapkan pesan pribadi masing-masing. Saling menguatkan lah intinya. Dan tau, si Ikbal ini nangis donk pemirsa. Aku kan awkward, aku ga berpengalaman dalam menghadapi lelaki yang menangis. Aku cuma bisa bilang “don’t cry please”, eh malah nangisnya makin kejer. Ku makin bingung, sambil cengengesan.

Jadi hasilnya apa? Oh jelas ku tidak lolos, Ikbal bagaimana? Iya dia juga ga lolos. Eh ternyata seperti ajang kecantikan yang suka berdrama itu ternyata saat terakhir Ikbal lolos donk. Lah dia malah nangis lagi. Duh baru kali ini nemu cowo sesensitif ini. padalah ga cocok sama mukanya yang rada serem. Piis

Anak JSS siapa yang lolos final, hanya Fadil dan Iin. Jelas mereka lebih berpotensi dan lebih niat untuk ini. Sopi, roommate ku itu juga ga lolos.

Aku dan Sopi pun sebenernya ada obrolan buat ikutan lagi taun depan biar apa coba, biar sekamer lagi donk alesannya. Hahaha. Juga dengan menunjukan bakat yang lebih cetar manja aw aw aw.

Demikian lah pemirsa, langkah ku terhenti sampai di semi final seleksi PPAN 2018. Semoga ada jalan yang lebih baik.

Kak Yossy ini sebenernya sering bilang “dek jangan minder sama yang lain. Yang penting itu nanti jaga manner, attitudenya”. Aku ingat baik-baik pesan Kak Yossy ini. tapi ternyata aku yang sentengah niat ini ketika menjalani karantina merasa lelah, ngantuk, kaki pegel, dan perasaan campur aduk lainnya yang membuat aku tidak mementingkan lagi harus bagaimana bersikap dan berbicara.

PPAN ini luar biasa. Meski hanya semi finalis tapi membuka cakrawala pemikiran baru buat aku. Bahwa ada banyak orang yang memiliki cita-cita yang sama seperti aku. Yaitu keluar negeri mengharumkan nama Indonesia.

Saat malam final, aku dan beberapa teman semi finalis lalu menonton teman-teman yang lolos ke final. Mereka keren banget, aku terharu, bangga pernah jadi bagian dari ini.

Pemenangnya adalah bang Afif dan Popy. Ya dari awal udah keliatan lah ya siapa yang memang layak mewakili Jambi di internasional. 

You know, lagi-lagi si Ikbal ini nangis saat usai acara. Hmm hmm

Semoga kami para Samawa squad ini bisa tetap solid dan menciptakan kegiatan bermanfaat bagi masyarakat. Aaminn.

Komentar