Bismillahirohmanirohim
Pembaca yang budiman dan pakdiman. Kali ini aku mau
menceritakan kisah yang tidak kasih, dalam perjuangan mengikuti seleksi PPAN. Apa
itu PPAN?
Adalah singkatan dari Pertukaran Pemuda Antar Negara yang
diadakan Kemenpora ditiap tahunnya. Setiap provinsi memiliki berbeda-beda kuota
dan negara. Kali ini Jambi kebagian dua kuota. Satu laki-laki untuk program
SSEAYP dan satu perempuan untuk program AIYEP.
What? Cuma satu? Iya, cuma satu. Tapi taukah kamu berapa
orang peminatnya? Hampir 50 orang. Belum lagi jumlah pendaftar laki-laki dan
perempuan tidak imbang sehingga aku yang perempuan ini merasa lebih banyak
saingan. Hmm, tunggu, tunggu, mungkin kata yang tepat bukan saingan tapi teman
seperjuangan kali ya.
Kita mulai kisah ini dari sebuah alasan. Jadi alasan
apasih yang dimiliki seorang Ulies bisa ikut seleksi ini? alasannya dibagi jadi
tiga bagian. Pertama karena memang dari kecil punya cita-cita ingin keluar
negeri tapi sampe umur yang hampir 24 ini aku belum mencapainya. Alasan kedua,
aku ga begitu yakin sama hal ini sebetulnya tapi aku penasaran dan pengen
banget nyoba kali ini aja. Karena aku udah hampir mau daftar pada tahun
sebelumnya namun berkas itu tidak pernah sampai ke panitia karena aku urungkan
niat untuk daftar, aku lagi training kerja saat itu. Ketiga, karena dipaksa Kak
Yossy. Dia adalah salah satu pemenang tahun lalu. Dia yang tiap hari selalu
nanya “dek jangan lupa kumpulin berkas yah. Pokoknya harus ikutan ini”.
Berbekal tiga alasan itulah aku ikut. Dari awal capaianku
memang bukan untuk jadi pemenang. Kak yossy pun bilang kalo capaiannya minimal
sampe ke final aja. Karena kalo aku menang, mana bisa aku izin 4 bulan buat
program ini dan ninggalin kerjaan. Padahal belum tentu pula aku menang, iya
kan.
Tapi sesungguhnya alasan terkuat adalah penasaran, sampe
dimana sih kemampuan aku. Oke kalo penasaran mari kita coba.
Daftarlah aku di hari terakhir dan memperoleh nomor urut
32. Ga ada seleksi berkas, jadi setelah anter berkas besoknya langsung tes hari
pertama. Tes hari pertama ini adalah toefl, psikotes, pengetahuan umum dan essay.
Susah ga? Susah banget gilak! Toefl aku ngantuk, psikotes
entah apa yang aku gambar, pengetahuan umum apa lagi, aku ngerasa bego banget
pas ngisi soal-soal itu. Essay? Oh tentu saja aku mengarang bebas.
Nah beruntungnya aku, ternyata yang mendaftar tidak
mencapai kuota untuk karantina. Sehingga yang ikutan tes hari pertama bisa
langsung ikut karantina. Kalau tidak salah ada 49 orang.
Kalo denger dari Kak Yossy, untuk seleksi PPAN Jambi ini
lumayan enak banget. Karena di kota lain seleksinya ga seenak di Jambi yang
sering diadakan di hotel dan dibikin nyaman banget pokoknya.
Nah pada hari pertama ada beberapa orang aku kenal
seperti anak-anak JSS (Jambi scholarship seeker), ada beberapa narasumber yang
pernah aku wawancara baik itu peserta maupun panitia bahkan pemateri, dan ada
Iin, peserta yang tahun lalu ikutan PPAN 2017 dan masuk final. Aku ketemu Iin
saat psikotes kerjaan. Aku lolos, sedangkan dia punya jalan yang lebih baik,
kegiatannya banyak memberiku ide untuk liputan. Jadi meskipun selama satu tahun
ini aku jarang ketemu Iin tapi tiap ketemu dalam kegiatan yang berfaedah. Seperti
kegiatan sosial, saling pinjam buku, temenin nonton dan kegiatan lainnya deh,
lupa.
Awalnya emang belum deket banget sama anak-anak JSS ini
seperti Lisa dan Anggi, ada satu lagi Fadhil, karena dia cowo jadi emang kurang
ada momen buat ngobrol bareng. Pas saat dikarantina aku baru ngerasa deket
banget sama mereka.
Saat sebelum karantina, bahkan sebelum tes hari pertama aku
udah dilema banget. Ada banyak berita mingguan yang belum rampung tapi
bismillah aja buat ngejalanin semuanya.
Karantina hari pertama, aku banyak ngobrol masih sama
Lisa dan Anggi. Sesekali berinteraksi sama yang lainnya. You know lah kan aku
introvert. Agak susah gitu kalo langsung berbaur sama orang asing. Tapi
lama-lama ya dibawa santai aja, sok-sok asik aja buat ngobrol padahal dalam
hati deg degan ga tau mau ngobrolin apa.
Pas pembagian kamar aku fikir aku bakalan sama Anggi karena
nomornya deketan, tapi ternyata engga. Aku kebagian sama Sopi. Nah ini orang
baru lagi. Pas pembagian kunci aku baru kenalan sama dia.
Oh iya kami dikarantina di Royal Garden Resort. Tempatnya
enak, nyaman meski wc nya agak eror. Awalnya sama Sopi agak malu-malu. Biasa lah
baru kenal, pas udah lama dikit kami pun menggila bersama. Hahaha
Aku beruntung bisa dapet roommate kayak Sopi. Dia jarang
mandi, jadi waktu mandiku bisa lebih leluasa. Dia cepet dalam bersiap, sehingga
lebih banyak dia yang nunggu aku. Dan dia orangnya santai banget, dan bikin aku
lebih calm karena selama disana aku over thinking banget. Yah tida sangka
karena dia juga anak seni tapi bidang desain costum.
Karantina hari pertama, tesnya adalah wawancara. Ada empat
pos yaitu bahasa inggris yang otomatis harus menjawab dalam bahasa inggris
pula, pos psikologi yang membahas tentang diri ini, pos kepemudaan dan
komunikasi ditanya tentang pemimpin dan tentang program dan pos agama.
Pada pos kepemudaan aku ditanya tentang apa yang aku
ketahui tentang AIYEP. Boleh dijawab pake bahasa inggris boleh bahasa
indonesia. Aku rada bengong lama, padahal aku udah tau jawabannya tapi proses
pemikiran dan perkataan ini tidak sejalan. Oh tuhan, susahnya jadi introvert.
Tentang kepemimpinan aku ditanya mana yang lebih baik
pemimpin tua atau pemimpin muda. Aku menjawab, tidak masalah pemimpin itu tua
atau muda yang terpenting pemimpin itu memiliki pikiran terbuka terhadap
hal-hal baru. Lalu mereka memberi aku komentar agar aku harus lebih banyak
membaca. Aku butuh banyak referensi lagi katanya. Hmm baik.
Kemudian di pos agama aku ditanya, gimana kalo di Australia
tinggal sama orang tua angkat yang menyimpan babi dalam kulkasnya meski dalam
kotak yang berbeda, trus ditanya juga gimana kalo orang tua angkat nanti punya
anjing dalam rumahnya. Entah apa yang aku jawan malam itu, karena aku ngantuk
banget dan lelah banget.
Selama menunggu giliran wawancara panitia mendatangkan
beberapa narasumber inspiratif yang memiliki dampak bagi kehidupan masyarakat. Keren
lah pokoknya.
Kami juga diminta untuk cari couple yang lawan jenis. Karena
jumlah perempuan lebih banyak aku pun bingung dan langsung asal aja cari
couple. Untunglah dia pasrah. Jadi tugasnya adalah couple ini bertanggung jawab
satu sama lain, saling mengingatkan hal-hal penting seperti jangan tidur larut
karena besok akan ada banyak kegiatan, bangunin solat subuh karena kegiatan
dimulai setelah subuh, ingetin perlengkapan couple seperti nomor peserta yang
sering kali lupa dipasang. Ya begitulah kami saling mengingatkan akhirnya.
Aku belum bisa tidur saat hari pertama. Disaat Sopi sudah
tidur dan dia tampak tidak khawatir dengan apa yang terjadi ada hari esok, aku
masih harus ngetik berita yang belum rampung, masih harus mikirin besok mau
perform apa karena hari kedua adalah tes bakat dan wawancara community
development. Belum lagi aku lelah dan kaki aku pegel karena ga terbiasa pake
hils yang tingginya padahal hanya 3 cm. Heuh. Aku ga bisa tidur lagi karena
efek kopi. Capek tapi ga bisa tidur gitu loh.
Tiba-tiba bangun pas alarm bunyi. Hah udah pagi aja. Aku dan
Sopi bersiap untuk olahraga di hari kedua karantina. Karena dia cepet jadi aku
enjoy aja sekamer bareng Sopi ini.
Ada satu panitia, dia pemenang SSEAYP tahun 2016 kalau ga
salah. Dia ini bisa jadi sosok yang tegas, inspiratif, motivator dan dia bisa
pimpin senam dengan badan yang luwes. Wow. Aku kagum sama sosok yang serba bisa
kayak gini. Sebenernya aku pertama kali ketemu pas dia bikin program di car
free day yaitu belajar bahasa isyarat bareng tuna rungu. Dari situ aku mulai
kagum sama dia. ketemu lagi pas aku daftar di komunitas SEAD. Yaitu komunitas
yang mengajar anak rimba. Dia ngenalin aku donk “kamu wartawan ya” katanya. Ketiga
ini ya di seleksi PPAN 2018 dan dia yang wawancara aku pas community
development.
Jujur karantina hari kedua ini jadi hal yang paling aku
takutin. Jadi hal yang bikin aku mungkin ga jadi karna ini, “tes bakat”. Peserta
harus menampilkan bakat apapun yang mereka punya. Dan aku yang anak seni
berotak kiri dan introvert ini pun merasa malu untuk nampilin pantomime. Aku baca
puisi, pantomime dan dance. Gilak ga tuh. Banget!!!
Si couple aku yang namanya Ikbal inilah yang terus-terusan
nyemangatin buat aku tampil. Hmm ada gunanya juga sebagai couple. Pas dikamer
aku sempe hapus make up pantomim karena malu. Ih ampun deh rasanya tuh kayak
mau bunuh diri aja daripada harus tampil depan umum. Secara aku anak seni yang
hobinya dibelakang panggung bukan depan panggung. Big thanks to Sopi dan Ikbal yang
support aku buat tampil dalam tes bakat ini.
Buat wawancara community develompent ga terlalu gimana
sih. Nyantai aja. Dan hari kedua karantina ini aku ngerasa seneng banget saat
ketemu sama Lisa atau Anggi. Padahal sebelumnya ga gini-gini amat. Sampe aku
bilang “I miss you” pas ketemu di meja makan. Rasanya kayak udah lama banget ga
ketemu.
Saat malam kami diminta untuk nampilin perform gabungan. Aku
ngajuin ide tapi ide aku ga disetujiu. Oke baik. Dan aku diminta tampil
pantomime lagi bersama satu orang yang juga nampilin pantomim. Keren lah dia
ini. namanya Tornado. Eh siapa ya nama sebenernya, seinget aku namanya Tornado.
Dan penampilanku bareng dia berdua doang, sedang yang lain berkelompok banyak
banget. Tapi pada bilang keren semua baik panitia maupun temen peserta yang lain.
Alhamdulillah.
Inilah malam terakhir yang menegangkan bersama
teman-teman. Meski ga semua orang sempat aku ajak ngobrol tapi mereka punya
good impression saat pertama kali ketemu.
Hari ketiga, hari penentuan apakah lanjut ke 20 besar
atau tidak. Pagi tetap dimulai dengan senam bersama. Kemudian packing, yang
sebenernya udah dilakuin dari semalem. Cuma pagi lebih beneran packing aja. Terus
aku sama Sopi kan cepet ya siap-siapnya, kami pun berfoto karena dari
kemaren-kemaren belum sempat foto. Mulai dari kamar mandi, kasur, tv, ruang
tamu dan semua tempat deh. Terus kami sarapan secepatnya, dua menit. Hah apaan.
Sebenernya dari hari kedua karantina waktu makanku jadi
ga nyaman lagi sih. Makan dicepet-cepetin sama pemimpin kelompok yang dipanggil
pak rt bu rt. Eh iya nama kelompok kami samawa squad. Aku ga setuju banget sama
nama ini. kok sebagain besar dari anak-anak pada setuju ya. Aneh banget. Dan tau
siapa yang mengusulkan nama? Ya si Ikbal couple ku inih. Huuh
Tibalah saat mendebarkan. Ga juga sih sebenernya karena ku
yakin aku ga lolos. Pengumumannya semacam ajang pencarian bakat gitu loh yang
harus maju ke depan pegang tangan temennya peluk temennya dan dibilang kamu
berhasil lolos atau maaf kamu harus pulang.
Sebelum itu kami yang memiliki couple ini saling
berhadapan untuk mengungkapkan pesan pribadi masing-masing. Saling menguatkan
lah intinya. Dan tau, si Ikbal ini nangis donk pemirsa. Aku kan awkward, aku ga
berpengalaman dalam menghadapi lelaki yang menangis. Aku cuma bisa bilang “don’t
cry please”, eh malah nangisnya makin kejer. Ku makin bingung, sambil
cengengesan.
Jadi hasilnya apa? Oh jelas ku tidak lolos, Ikbal bagaimana?
Iya dia juga ga lolos. Eh ternyata seperti ajang kecantikan yang suka berdrama
itu ternyata saat terakhir Ikbal lolos donk. Lah dia malah nangis lagi. Duh baru
kali ini nemu cowo sesensitif ini. padalah ga cocok sama mukanya yang rada
serem. Piis
Anak JSS siapa yang lolos final, hanya Fadil dan Iin. Jelas
mereka lebih berpotensi dan lebih niat untuk ini. Sopi, roommate ku itu juga ga
lolos.
Aku dan Sopi pun sebenernya ada obrolan buat ikutan lagi
taun depan biar apa coba, biar sekamer lagi donk alesannya. Hahaha. Juga dengan
menunjukan bakat yang lebih cetar manja aw aw aw.
Demikian lah pemirsa, langkah ku terhenti sampai di semi
final seleksi PPAN 2018. Semoga ada jalan yang lebih baik.
Kak Yossy ini sebenernya sering bilang “dek jangan minder
sama yang lain. Yang penting itu nanti jaga manner, attitudenya”. Aku ingat
baik-baik pesan Kak Yossy ini. tapi ternyata aku yang sentengah niat ini ketika
menjalani karantina merasa lelah, ngantuk, kaki pegel, dan perasaan campur aduk
lainnya yang membuat aku tidak mementingkan lagi harus bagaimana bersikap dan
berbicara.
PPAN ini luar biasa. Meski hanya semi finalis tapi
membuka cakrawala pemikiran baru buat aku. Bahwa ada banyak orang yang memiliki
cita-cita yang sama seperti aku. Yaitu keluar negeri mengharumkan nama Indonesia.
Saat malam final, aku dan beberapa teman semi finalis
lalu menonton teman-teman yang lolos ke final. Mereka keren banget, aku
terharu, bangga pernah jadi bagian dari ini.
Pemenangnya adalah bang Afif dan Popy. Ya dari awal udah
keliatan lah ya siapa yang memang layak mewakili Jambi di internasional.
You know, lagi-lagi si Ikbal ini nangis saat usai acara. Hmm
hmm
Semoga kami para Samawa squad ini bisa tetap solid dan
menciptakan kegiatan bermanfaat bagi masyarakat. Aaminn.
Komentar
Posting Komentar