Ketahuilah aku membaca novel Dilan sejak pertama rilis
pada 2015 lalu. Memang bukan sejak Dilan ada di blog tapi seengganya pas Dilan pertama
kali muncul dalam bentuk novel.
Sejak saat membacanya aku jadi jatuh cinta pada tokoh Dilan
1990. Selain karena saat itu tinggal di Bandung dan merasa kenal dengan
tempat-tempat yang diceritakan dalam novel, Pidi Baiq menuliskanya dengan
sangat detail. Mulai dari penggambaran suasana hingga cara para tokoh
melontarkan dialog. Semua sudah terekam di otak ku sejak saat pertama kali
membacanya.
Kesan pertama saat itu adalah “ya ampun Bandung indah
banget saat itu”. Dibandingkan dengan Bandung pada 2015 saat aku membaca Dilan 1990
yang menurutku sudah indah ternyata masih lebih indah Bandung saat itu. Aku bisa
merasakannya, membayangkannya meski tidak berada disana. Betapa Pidi Baiq mampu
membuat pembacanya begitu larut dalam cerita.
Butuh waktu seminggu bagi diriku untuk bisa keluar dari
kisah Dilan Milea. Jika biasanya abis baca novel butuh satu dua hari untuk
menetralisir emosi, saat baca Dilan butuh waktu seminggu. Jadi selama baca
novel yang cuma beberapa jam itu aku butuh waktu seminggu untuk bisa
menetralisir emosi untuk bisa keluar dalam cerita yang ada di novel. You know,
aku merasa bahagia banget karena merasa jadi Milea yang memiliki Dilan.
Namun hal itu tidak terjadi di novel selanjutnya, Dilan 1990
dan Milea. But, it’s ok. Aku tetap suka Dilan, rindu Dilan.
2017, gembar gembor Dilan akan difilm kan pun menjadi
kenyataan. Yang awalnya Pidi Baiq ga mau itu jadi film akhirnya ia jadikan film
juga. Dia jadi director mendampingi Fajar Bustomi.
Kekecewaan terjadi saat Iqbaal mantan CJR yang terpilih
menjadi tokoh Dilan. Dilan, Dilanku, yang selama ini ada dalam benak adalah
sosok cowok nakal, berandal, tapi cerdas dan lucu pun runtuh dengan hadirnya
sosok Iqbaal yang imut. Tapi selama itupun Pidi Baiq tetap meyakinkan pembaca
setianya bahwa film ini akan berjalan sebagaimana di novel.
Film yang awalnya bakal tayang pada 22 Desember saat hari
jadian Dilan Milea harus mundur satu bulan ke tanggal 25 Januari.
Berbekal penasaran dengan film yang Pidi Baiq sutradarai
dan bagaimana Iqbaal memerankannya, meski sudah kecewa dengan triller, aku
tetap menontonya. Dihari pertama, jam pertama, pake kaos bertuliskan Dilan dan
bawa jaket panglima tempur.
So ini review berdasarkan ingatanku dan perasaanku saat
menontonnya. Film yang seharusnya berseting Bandung 1990 ini nyatanya tidak
tampak seperti Bandung 1990. Secara suasana, meski menampilkan mobil-mobil
retro, becak, foto presiden saat itu aku rasa kurang cukup membuat kesan bahwa
itu Bandung 1990.
Secara make up dan kostum, mereka memang lebih banyak
menggunakan baju sekolah tapi secara make up, untuk anak SMA tahun 1990 make up
mereka terlalu kekinian, rambut mereka terlalu gahol dan cara mereka
melontarkan dialog tidak natural dan terkesan masa kini banget. Bahkan Dilan aja
bibirnya kemerahan. Apa salahnya sih mereka yang udah punya dasar cantik pake
make up natural aja.
Yang paling ga kena banget menurutku ya tokoh utama, Dilan.
Dialog-dialognya itu tidak meninggalkan kesan. Dia itu masih kayak reading atau
bahkan masih menghafal dialog.
Tapi tentunya ada sisi bagusnya. Aku ga nyangka bakal
salut sama Beni. Menurutku dia yang paling membekas. Dari make up nya dia
natural. Dari cara dia dialog sebagai cowok berengsek juga dapet banget. Jadi salut
lah sama Brandon Salim yang memerankannya.
Terus adegan Anhar minta maaf dengan Milea juga berkesan.
Dan yang paling buat aku berterima kasih sama Pidi Baiq adalah alur cerita dan
dialog yang benar-benar tidak melenceng dari novel aslinya sehingga itu bisa
berdurasi sekitar dua jam.
Aku ga kecewa tapi memang aku adalah pembaca yang
memiliki ekspektasi tinggi terhadap tokoh utama.
Terima kasih Pidi Baiq, sudah bikin karya seindah ini,
sebuah romansa yang tidak cengeng namun berkelas. Terima kasih para seluruh
crew film Dilan dan all cast nya yang sudah berusaha untuk menampilkan yang
terbaik.
Terima kasih Dilan, Dilanku. Setelah nonton aku pengen
bilang rindu, tapi malu.
Komentar
Posting Komentar