![]() | ||
(waktu diminta pimred buat liputan perjalanan. dari kiri : bang yoga, bang zul, yana, aku, bang niko, bang fadli) |
Aku
dan teman-teman harus mencari obat keras yang dijual harus menggunakan resep
dokter. Adalah asam mefenamat dan cyotec yang menjadi focus pencarian kami. Mencari
asam mefnamat sih gampang tapi mencari cytotec? Ruar biassa rasannyah.
Kau
tau cytotec itu apa? Itu adalah obat penggugur kandungan.
Pencarianku
tidak menemukan apotek yang menjual cytotec. Tapi satu diantara temanku
menemukan itu. Satu yang lainnya menemukan ketesse, obat yang lebih keras
dibandingkan cytotec.
Setelah
pencarian kami evaluasi. Dalam evaluasi penelusuran berlanjut pada
instansi-instansi terkait seperti dinas kesehatan, bpom, dokter, dan apoteker. Penemuan
satu cytotec ini terbilang mengejutkan tapi untuk asam mefenamat dan ketesse,
itu adalah obat keras yang boleh diperjualbelikan tanpa resep dokter meskipun
tertera dalam kemasan harus dengan resep dokter. Mengerti? Kalau tidak ya ulangi
baca tiga kali.
Walhasil
focus kami tertuju pada cytotec. Eh setelah di evaluasi justru obat ini pernah
dimuat dalam berita tahun-tahun sebelumnya. Aahhh, pencarian kami sia-sia….
Tapi
menurutku tidak ada yang sia-sia. Setidaknya aku tau sedikit tentang
obat-obatan ini dan pengalaman tentang menjadi spy agent ini.
Beberapa
hari kemudian aku mengkonsumsi satu asam mefenamat karena sakit kepala. Alhamdulillah,
hilang, sakitnya, bukan kepalanya.
Materi-materi
selanjutnya bisa teratasi dengan baik kecuali materi berita criminal.
Aku
bersumpah, kayaknya aku ga cocok jadi wartawan criminal. Masalahnya aku diminta
cari berita kecelakaan di rumah sakit. Walhasil harus melihat keadaan
orang-orang sakit. Kau tau, aku bisa merasakan sakit ketika melihat mereka yang
sakit. Aku merasa seperti aku yang berada diposisi mereka. Waktu bapak masuk
rumah sakit aja aku kuat-kuatin buat nemenin. Meski aku ga pernah liat bapak
harus berkali-kali di suntik jarum. Pas nganterin Yana berobat juga, aku sok
kuat buat masuk lab tapi ga berani liat proses pengambilan darahnya.
Pas
di salah satu rumah sakit petugasnya bilang, “masih muda udah jadi wartawan,
hebat mbak”, katanya sok akrab.
Aku
menanggapi sekedarnya sambil berkata dalam hati,”kalo tua saya jadi redaktur
mas, mumpung muda ya jadi wartawan dulu”, hahaha aaminn jangan?
Dan
hari ini adalah laporan perjalanan. Ini sih kayak yang biasa aku tulis. Tapi kali
ini ada materinya dikit. Eh tapi ini loh satu diantara kekuranganku, aku itu
suka menganggap enteng sesuatu hal ataupun orang lain. Aku sadar akan hal ini
dan selalu berusaha untuk aku hilangkan. Belum tentu aku bisa melakukannya dan
belum tentu seseorang itu biasa saja.
Aku
jadi ingin menceritakan teman-teman seperjuanganku.
Yana,
kadang aku panggil Yanto. Kesan pertama liat orang ini “ih kayaknya anaknya
sombong deh”. Itu pertama kali aku liat dia di psikotes. Pas hari pertama kerja,
bahkan aku berharap bukan dia yang keterima, tapi nyatanya dia adalah
satu-satunya teman cewek di anggota baru ini.
Tapi
kesininya jadi temen juga. Baik, cengeng, kotak tertawanya rusak, suka nempel
ke aku kayak cicak. Risih, tapi ga enak bilangnya. Aku cuma berharap semoga aku
nya ga bau badan.
Baru
pertama kali dalam hidupnya jauh dari keluarga. Bahkan saat dia sakit, aku yang
ngurusin. Tapi dianya bandel. Entah kenapa aku mau-maunya ngurusin tu orang. Mungkin
karna aku pernah rasain apa yang dia rasain kali ya. Bahkan lebih parah. Aku pernah
tau rasanya ngekos sendirian ga ada temen, sakit ga ada yang ngerawat, mau
makan ga ada uang, hingga akhirnya semua bisa teratasi seiring banyaknya teman.
Intinya mau berusaha dan terus mencoba.
Selanjutnya
ada Fadli, biasa aku panggil bang Fadli, karna dia ini yang tertua bo. Mau nikah
akhir tahun ini. kesan pertama liat ni orang kayaknya asik dan enak diajak
ngobrol. Kebetulan dari tahap interview aku bareng dia. Eh ga taunya lolos
bareng juga.
Bang
Fadli ini badannya gempal, suka pake celana ketat, awal-awal rambutnya klimis,
bajunya juga ketat, seolah kalo kancing baju itu bisa ngomong dia bakal bilang “sesak!!!”.
Dan yang paling bikin aku penasaran, kayaknya dia itu pake lipglos deh. Soalnya
bibirnya tampak basah terus. Over all, dia baik dan jadi ketua kelas kami.
Lalu
ada Niko, biasa aku panggil bang Niko, awal liat dia tu kayak cowok culun gitu
loh. Tapi ternyata ngga. Dia anak gahol banget bo. Dan yang paling asik dia tau
banyak jenis-jenis music.
Nah
Fadli dan Niko ini lah yang suka jadi peramai kelas. Plus Yana yang seolah jadi
penonton bayaran. Apapun omongannya pasti dia ketawa.
Yoga,
biasa aku panggil Yoga atau bang Yoga. Panggil abang karena dia seumuran bang Niko.
Panggil Yoga karna kelakuannya ga kayak abang-abang. Situasional lah kalo
panggilan bang Yoga ini. tapi dia baik, suka anterin aku pulang kalo kemaleman.
Terakhir
ada Zul. Dia ini cuma beda setahun sama aku tapi kelakuannya kayak udah tua
banget. Kadang bang Fadli aja sampe manggil “bang” ke dia saking “tua” nya
pembawaanya.
Menurutku
bang Zul ini suka baca Buya Hamka. Bahasanya kaku banget, kayak aku baca
pujangga tahun 60an. Atau sebenerya dia ini hidup di zaman itu dan terkurung di
es bertahun-tahun kemudian baru mencair karna pemanasan global akhir-akhir ini.
entahlah.
Aku
telah banyak belajar semenjak di Pare mengenai kesan pertama melihat seseorang.
Kau tau, Pare itu tempat orang datang dan pergi dalam waktu singkat. Hanya dalam
waktu dua minggu orang-orang akan cepat berganti lagi. Kau akan bosan dengan
perkenalan dan perpisahan. Atau aku nya aja yang terlalu lama disana.
Dari
sana aku dapat pelajaran bahwa menilai seseorang itu jangan hanya sekilas
pandang. Kita harus kenal lebih jauh lagi, ngobrol lebih banyak lagi, hang out
lebih lama lagi. Baru tau seseorang itu kayak apa. Pada dasarnya memang baik,
tapi ada kecenderungan lainnya.
Semoga
kami berenam ini bisa melaju terus hingga tahap akhir. Biar kita bikin Mas
Pingsan bingung mau diapain karna saking berbakatnya kami. (Tsah, sambil kibas
rambut gondrong)
Komentar
Posting Komentar