Perjalanan Hati

Tanggal 7-8 Juni 2014 menjadi hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Bukan karna aku menikah atau lulus kuliah tapi karna aku telah berhasil mendaki gunung (lewati lembah sungai mengalir indah disamudra. Canda ding). Aku telah berhasil mendaki gunung gede di Cianjur bersama delapan teman lainya. Ada Ka Ato, Ka Sansan, Ka Danil, Ka Topik, Bu Lilis, Aan, Lala, Nia dan tentunya aku yang bernama Uliest.

Sebenarnya telah lama sekali aku ingin mendaki gunung. Alasanya simple, karna membaca novel 5cm. Aku menceritakan keinginanku untuk mendaki gunung kepada Nia. Ternyata dia juga mempunyai keinginan yang sama. karna hal-hal yang menghambat keinginan itu maka perlahan aku melupakanya. Beberapa minggu lalu, Nia mengajak untuk mendaki gunung gede dengan serius. Meski sebenarnya tidak yakin dengan ajakan itu tapi tetap saja aku semangat untuk bilang “hayuk”. Dan sekaligus membuktikan bahwa keinginan untuk mendaki gunung belum benar-benar terkubur.

Maka berangkatlah aku bersama Nia dan Lala ke Cianjur tepatnya di kediaman Nia. Sebenarnya yang menyatakan ingin ikut banyak namun mereka terkena seleksi alam dan yang bertahan hanyalah aku, Nia dan Lala. Kami berangkat pada hari Kamis,5 Juni 2014 meski kami memulai petualangan pada hari Sabtu. Kata Nia kita butuh istirahat sebelum mendaki. Maka berdiamlah aku dan Lala di rumah Nia bersama kucing-kucingnya.

Jum’at pagi kami memulai persiapan packing. Jum’at malam kami berangkat menuju rumah Aan. Diperjalanan menuju rumah aan kami melihat banyak sekali orang yang menggunakan tas cariel, sepatu, dan perlengkapan hiking lainya seperti yang kami gunakan saat itu. Dalam hati aku berkata ”sampai bertemu dipuncak” seperti yang sudah yakin akan sampai puncak. Aku belum kenal Aan dan teman-teman lainya yang akan mendaki bersama nanti. Maka aku berkenalan denganya dan dilanjutkan berkenalan dengan ka Sansan dan bu Lilis karna kebetulan mereka berada disana.

Dirumah Aan aku tidur sebentar karna memang keadaan yang sedang mengatuk. Sampai kira-kira jam sepuluh kami baru berangkat menuju SD. Bukan untuk sekolah tapi untuk menginap dikediaman teman Kak Ato. Nah disanalah ada sesi perkenalan bersama teman-teman lainya yang sudah disebutkan diatas tadi. Setelah perkenalan Kak Ato menjelaskan teknis serta hal-hal yang akan dilakukan saat mendaki nanti. Setelah itu kami sholat dan tidur untuk bisa berangkat pada jam setengah tiga menuju gunung putri.

Jam setengah tiga kami berangkat menggunakan angkot ke gunung putri menuju pos pertama. Disana Kak Ato melakukan registrasi dan segala macamnya. Ketika akan melanjutkan perjalanan tiba-tiba Nia merasa sesak nafas dan berniat untuk mundur saja. Setelah lama menunggu Nia menumbuhkan semangat untuk lanjut akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Dini hari, kami berjalan diantara tanaman sayur. Bau daun bawang, suara jangkrik, serta suara khas yang menandakan bahwa saat itu masih dini hari. Jalanan terus saja menanjak. Sakit mulai terasa, di hidung, pundak serta kaki. Namun semua itu dinikmati demi mencapai puncak.

Nia berjalan pelan-pelan sekali. Ia ingin lanjut tanpa menyusahkan orang lain. Yang terpenting adalah keinginanya untuk lanjut. Aku tidak bisa melihat keadaan hutan malam hari secara keseluruhan karna memang gelap. Senter hanya digunakan untuk penerangan jalanan yang kami lewati.

Sampai kami ditempat yang sepertinya memang dibuat untuk beristirahat. Aku lupa saat itu aku bersama siapa saja. Yang jelas kami duduk untuk menunggu Nia. Sementara menunggu Nia aku tidur sebentar. Ngantuk sekali memang rasanya melakukan perjalanan saat orang normal lainya sedang tidur nyenyak. Saat Nia datang kami solat subuh karna memang waktu sudah menandakan subuh. Berat sekali rasanya saat ingin wudhu dengan menggunakan sedikit air ditambah udara yang sangat dingin. Karna perintah tuhan maka sholat tetap dijalankan. Setelah solat kami melanjutkan perjalanan.


Matahari mulai memberi sinar pada perjalanan kami. Perlahan suasana hutan mulai tampak jelas. Aku merasa lapar karna memang belum sarapan. Aku beristirahat sebentar untuk mengisi kekosongan perut bersama Kak Danil, Lala, Bu Lilis, Kak Topik, Dan Kak Sansan. Seingatku bersama mereka. Kak danil terus saja mengeluh atas perlakuanya yang telah lupa membawa perbekalan makanan. Makanan yang telah sisiapkan tertinggal di SD tempat kami menginap semalam. Nasi sudah menjadi bubur, setidaknya masih ada ayam suwir, kecap manis dan kerupuk untuk menemani. Mungkin begitulah pepatah yang cocok untuk Kak Danil. Setelahnya kami melanjutkan perjalanan.
 

Kami bertemu banyak pendaki lain yang juga mempunyai tujuan yang sama tentunya untuk sampai ke puncak. Kami terus saja berjalan menanjak, jika capek berhenti, jika lapar makan, jika ngantuk tidur, jika ingin kami berfoto-foto. Tapi sayang nya jika ingin update status itu tidak bisa karna memang tidak ada signal.
Diperjalanan aku melihat ada warung yang menjual kopi, pop mie, dan makanan simple lainya yang memungkinkan untuk dijual di dataran tinggi. Bagi orang yang terdesak mungkin akan berfikiran “tidak ada indomart warung kecil itupun jadi”. Ada saja cara orang untuk mendapatkan rezeki.

Waktu terus berjalan tanpa terasa waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Sudah enam jam kami berjalan dan belum juga sampai pada tujuan. Kami berjalan sebisa dan semau kami. Awalnya memang jalan bersama, saling tunggu, namun setelahnya karna rasa lelah kadang berjalan sendiri, berdua, bertiga, tidak pernah bersembilan lagi.

Lalu sampai pada tempat yang banyak kami temui para pendaki untuk turun. Saling memberi semangat dan memberitau bahwa alun-alun surya kancana tinggal satu jam lagi. Aku tidur sebentar karna masih mengantuk sambil menunggu yang lain. Lapar mulai menghampiri, lelah tak kunjung hilang, kawan tak juga sampai. Maka kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa Nia, Aan Dan Kak Ato.



Mungkin kira-kira pukul setengah sebelas kami tiba di alun-alun surya kencana. Ketika sampai dan melihat alun-alun surya kencana aku merasa ada backsound suara seriousa yang menggambarkan perasaan hati yang takjub akan keindahan nya. Aku bisa melihat awan yang lewat karna dekat sekali tapi tidak bisa dirasakan. Luas sekali, seperti nya ingin aku bermain futsal disana. Namun itu tidak terjadi karna tidak ada yang membawa bola. Bu lilis adalah orang yang pertama sampai disana. Memang beliau ini wanita tangguh ya. Ternyata usia tidak menentukan kekuatan seseorang.








Hal pertama yang ingin aku lakukan di alun-alun adalah mencari wc. Namun itu sia-sia karna disana tidak ada wc. Maka aku mencari semak-semak bersama lala. Sebagai seorang wanita yang selalu kedatangan tamu setiap bulanya aku merasa kecewa. Karna tamu itu datang disaat yang tidak tepat. Huft. Gagal impianku untuk solat dipuncak gunung nanti.

Sambil menunggu yang Nia, Aan Dan Kak Ato kami beristirahat, berfoto-foto, dan mengagumi keindahan alun-alun yang ada banyak bunga adelweis si bunga abadi. Cantik, putih dan penuh misteri, itulah bunga abadi. Di alun-alun pun ada penjual makanan seperti di perjalanan tadi. Karna lapar (lagi) aku hanya meminta air panas saja karna aku membawa pop mie sendiri.


Mungkin kira-kira pukul setengah dua belas Kak Ato baru sampai di alun-alun, lalu beberapa lama kemudian disusul oleh Nia dan Aan. Alhamdulillah mereka sampai juga. Lalu mereka beristirahat, berfoto-foto, dan kami melanjutkan perjalan bersembilan lagi.


Alun-alun memang luas sekali, aku seperti berada di padang pasir yang tidak tandus karna ada bunga adelweis nya. Untung saja sekarang kami berjalan didataran yang rata. Tidak menanjak dan menurun. Aku seperti berada di film 5 cm. 

Kami menuju tempat untuk mendirikan tenda. Kemudian beristirahat untuk selanjutnya kembali mendaki menuju puncak gunung gede untuk melihat sunset. Yay.
Kami kembali melanjutkan pendakian menuju puncak pada jam empat setelah solat asar. Seperti tadi kami mendaki secara terpisah. Pepohonanya membantu sekali untuk mencapai puncak. Diperjalanan kami bertemu dengan orang-orang yang turun dari puncak. Kata mereka sih sebentar lagi sampai tapi aku merasakan lama sekali untuk sampai.

Setelah berlama-lama mendaki akhirnya sampai juga dipuncak. Backsound seriousa itupun hadir kembali untuk menggambarkan perasaan hati yang kembali takjub akan keindahan puncak gunung gede. Tapi sayang ternyata sunset sudah berlangsung sedari tadi. Makanya tadi dijalan kami bertemu orang yang turun dari puncak karna memang mereka sudah mengabadikan sunset. Tapi tak apalah yang penting sampai.


Disana aku melihat gunung pangrango yang lebih tinggi dari gunung gede. Juga ada lembah, awan, bulan yang terlihat jelas, udara yang dinginya berkali lipat dari sebelumya. Kami mendirikan tenda sembari menunggu nia.



Kami bermalam dipuncak gunung gede. Aku berdo’a meski tidak sedang sholat. Aku iri melihat yang sholat. Dari puncak gunung gede terlihat kota bogor, cipanas, dan mungkin daerah lain yang tidak aku ketahui. Malam itu begitu dingin, lelah, tapi terbayarkan dengan keindahan puncaknya. Tak sampai begitu larut sebagian dari kami mulai tidur termasuk aku. Karna lelah dan memang kurang tidur serta udara diluar yang sangat dingin meski api unggun telah menyala.


Ditenda perempuan ada beberapa yang kurang sehat, aku salah satunya. Aku merasa migrain makanya aku putuskan untuk tidur. Sementara Bu Lilis muntah-muntah sekitar jam sepuluh malam. Hal ini aku tau ketika tengah malam Lala bangun dan bilang jika ia tidak bisa bernafas. Maka seluruh penghuni tenda bangun karnanya lantas sedikit membahas keadaan Bu Lilis yang sedang tidur saat itu. Sesudahnya maka kami lanjutkan tidur.

Sekitar jam empat subuh kami bangun untuk melihat sunrise. Memang belum muncul ketika jam empat. Tapi setidaknya kami telah bangun sebelum sunrise tiba. Ada yang solat subuh, ada yang masih tidur, ada yang masak air, ada yang foto-foto, begitulah hal yang kami lakukan kala itu. Kota terlihat jelas saat subuh karna memang tidak ada kabut yang menghalangi. Luar biasa indahnya.
puncak mulai ramai karna memang orang-orang yang juga nge-camp di puncak sama-sama ingin melihat keindahan sunrise. Saat sunrise tiba, tak lupa aku mengabadikan dalam bentuk video. Keindahan sang pencipta memang sungguh luar biasa. Dan kesempatan ini mungkin takan terulang lagi. Aku merasa beruntung saat itu bisa berada dipuncak dan bisa melihat matahari terbit secara langsung tanpa penghalang.


Ternyata tidak hanya orang indonesia yang mengabadikan moment ini. Ada juga warga asing yang juga turut serta. Aku tidak menanyakan mereka dari mana. Yang jelas bukan inggris atau amerika. Mungkin belanda. Kami berfoto dengan mereka kecuali aku karna aku yang jadi fotografer saat itu.


Setelah puas mengabadikan sunrise, berfoto-foto, kami kembali ke tenda untuk persiapan pulang. Sebelumnya tentu kami harus sarapan terlebih dulu karna untuk melakukan perjalanan kembali kami butuh energi. Selanjutnya kami packing, melipat tenda dan siap untuk pulang.


Saat pulang pun tidak lupa kami berfoto-foto terlebih dahulu. Bukanya alay, tapi memang moment ini sayang jika tidak diabadikan. Puncak saat pagi sangat terang sekali. Semuanya tampak jelas dari atas sini. Ada juga rombongan lain yang sedang persiapan pulang, ada yang masih sarapan ada yang masih tidur, biarkan saja, mungkin mereka masih ingin menikmati ciptaan tuhan. And we are ready to go...


Perjalanan pulang penuh tantangan daripada saat mendaki. Beberapa dari kami terjatuh saat hendak melangkah di rute menurun. Jarang sekali kemi menapaki jalan yang rata. Tapi aku rasa adegan ini adalah adegan favorit ku selama perjalanan. Ketika baru saja turun dari puncak jalanan nya melewati pohon-pohon yang membantu aku untuk turun secara cepat. Seperti adegan di film-film, seperti parkur, dan backsound musik yang aku rasa ada di kepala ku adalah lagu super masiv black hole yang ada di film twiligh. Aku seperti vampir yang bisa melesat dengan cepat. Tapi sayang nya itu hanya sementara. Aku lelah lantas berjalan pelan sesudahnya bahkan aku berjalan sendiri karna tertinggal jauh. Hutan sepi sekali. Hanya ada suara binatang-binatang, aku heran mengapa aku tidak takut saat itu. Aku terus berjalan sampai di kandang badak tempat dimana teman-teman lain sudah menunggu. Jangan salah, kandang badak yang dimaksud adalah tempat camp orang-orang sebelum naik atau untuk istirahat setelah turun dari puncak. Orang-orang yang camp disini adalah mereka yang memulai rute mendaki dari cibodas. Kata Kak Ato, rute mendaki dari cibodas sebenarnya sulit makanya waktu kami mendaki kemarin dimulai dari gunung putri. Setelah semua berkumpul kami kembali melanjutkan perjalanan (lagi).

Terus, terus, terus bejalan hingga sampai di pemandian air hangat. Kami kembali beristirahat. Aku tidur sebentar karna memang lelah sekali, beberapa ada yang mandi, ada yang masak air untuk makan pop mie atau minum kopi, ada yang makan sambil mandi .Setelah tidur aku makan popmie sambil merendamkan kaki di air hangat. Ah rasanya damai sekali. Air ini tidak terasa hangat dikaki mungkin karna kaki terlalu lelah.



Setelah puas melepas lelah, (meski sebenarnya ingin lebih lama) kami kembali melanjutkan perjalanan. Tidak lupa sebelum itu kami berfoto terlebih dulu. Seperti yang aku jelaskan tadi, bukanya alay tapi moment ini sayang jika tidak diabadikan. Setelah foto baru kami let’s go. Aku tidak menyangka akan melewati air terjun yang panas. Kata aan kalo masak telor bisa mateng disitu. Bayangkan saja betapa panasnya air itu. Aku sulit sekali melewatinya. Licin, air yang masuk ke sepatu panas sekali, belum lagi itu adalah air terjun, salah sedikit ya mateng lah kita. Tapi syukurlah berkat kerjasama kita bisa melewati rute ini.



Setelah dari air panas kami kembali jalan terpisah. Diperjalanan kami sesekali beristirahat, jika ingin minum ada lala yang suka minta air sama pendaki yang lewat, jika ingin nyanyi kami diikuti oleh lebah, tapi kami tetap berjalan terus hingga sampailah kami pada curug cibereum. Kata pendaki lain jika sudah sampai curug cibereum berarti sebentar lagi sampai. Tapi pada kenyataanya butuh waktu lama sekali untuk sampai. Kami berhenti dulu di jembatan untuk befoto (lagi).


Oh ya sebelumnya kami bertemu dengan pendaki yang kaki nya mungkin keseleo saat mendaki katanya. Dia berjalan pelan sekali memakai tongkat. Saat istirahat bersama ia bilang bahwa senin sudah harus masuk kantor kembali. Wah kariawan yang baik dia. Kami juga bertemu pendaki lain yang selalu bilang “punten atau permisi atau mari” saat ingin mendahului. Mereka ramah-ramah sekali ya. Keadaan ini sangat berbeda jauh saat kami telah berada di jembatan dan sesudahnya. Kami bertemu dengan orang-orang yang mungkin hanya ingin berwisata ke curug cibereum. Saat kami mencoba melakukan hal yang sama untuk menyapa mereka, mereka tidak perduli. Jadi setelahnya kami putuskan untuk lanjut tanpa basa-basi kepada siapapun yang lewat atau mendahului.

Dijalan beberapa dari kami bertemu dengan orang yang mereka kenal. Seperti Nia yang bertemu kakak tingkat nya, Lala yang bertemu dengan teman SMA nya, mungkin yang lain juga begitu. Mereka bilang mereka telah berharap dalam hati ingin bertemu seseorang yang mereka kenal di gunung. Dan itupun terjadi. Kata Nia memang apapun yang dia inginkan di selalu terwujud ketika digunung. Seperti aku misalnya, aku berkata ingin bersama Nia saat turun dan itupun terjadi. Meski aku mencoba untuk jalan lebih dulu. Tapi akhirnya aku sampai bersama Nia Dan Kak Sansan.

Memang ketika di gunung kita tidak boleh sompral atau bicara sembarangan. Karna itu akan menjadi kenyataan. Sebenarnya bukan hanya digunung, di kehidupan sehari-hari pun juga seharusnya jangan bicara sembarangan. Karna ucaapan adalah do’a.

Aku, Nia, dan Kak Sansan yang tiba terakhir di bawah. Disana telah menunggu teman-teman lain. Aku duduk, lalu tiduran untuk melepas lelah. Jujur aku katakan bahwa perjalanan pulang jauh lebih berat dari pada mendaki. Kaki ini rasanya ingin lepas dari engselnya. Tapi untung nya kaki ini buatan tuhan bukan buatan Jepang.


Setelah kira-kira cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan kami pun berjalan (lagi). Kali ini memang benar-benar untuk pulang ke rumah. Bukan rumahku tapi rumah aan. Kami naik angkot untuk sampai di sana. Bu lilis tidak ikut karna harus pulang lebih dulu. Kami istirahat sebentar dirumah aan untuk makan nasi. Akhirnya setelah tiga hari tidak bertemu nasi kami makan nasi juga. Aan baik sekali telah menyediakan semua ini. Sembari istirahat kami memindahkan foto-foto yang ada dikamera masing-masing. Setelah itu aku, Nia, dan Lala pulang ke rumah Nia.

Akhirnya. Kami sampai rumah dan segera ingin pulang ke Bandung. Tapi pada kenyataanya kami merasakan lelah yang luar biasa sehingga pulang ke Bandung kami tunda hingga esok pagi.

Keesokan paginya justru lebih berat untuk berjalan. Astaga jika bukan karna kuliah maka kami tidak akan beranjak dari kasur. Kaki kini seperti menempel di bumi. Susah sekali untuk bergerak. Hingga tulisan ini selesai di buatpun, kaki masih terasa sakit dan sulit sekali berjalan. Dengan langkah terseok kami berjalan, menaiki bus, hingga akhirnya sampai dikosan masing-masing.

Jam sebelas kami sampai Bandung dan jam satu kami harus kuliah kembali. Aku berjalan menuju kampus dengan pelan sekali. Panas, karna lama sekali sampai kampus. Belum lagi dikampus aku harus naik ke lantai tiga. Ah sudah lah. Itu resiko yang kami dapat atas perjalanan kami yang indah kemarin.

Aku  banyak mendapatkan pelajaran selama perjalanan ke gunung gede. Perjuangan untuk sampai puncak. Perjalanan untuk bertemu kembali dengan orang terkasih dirumah. Terus berjalan walau terseok, tetap melangkah walau perlahan tapi pasti, untuk mendapatkan sesuatu yang indah diperlukan perjuangan yang berat, walaupun begitu percayalah hasil yang didapatpun begitu indah.

Gunung gede, banyak memberikan pelajaran dan kenangan. Juga banyak ditemui sampah. Sayang sekali orang yang mengaku pecinta alam namun melakukan hal yang demikian buruk untuk mengotori keindahanya. Semoga kita tersadarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan lagi.

Perjalanan kali ini sangat berkesan dan tidak terlupakan. Aku ingin mengucapkan terimakasih pada tuhan yang begitu indah menciptakan alam raya, kepada orang tua dirumah yang telah memberikan restu untuk perjalanan ini, untuk teman-teman kampus yang juga turut mendo’akan perjalanan kami, juga untuk my honey yang sudah merelakan aku berpetualang. Juga kepada teman seperjuangan mendaki seperti Kak Ato yang telah menjadi leader yang baik dan bodor karna ucapan “da aku mah apa atuh” yang sudah 187 kali ia ucapkan selama perjalanan hingga pulang (bercanda). Untuk Aan yang sudah memberikan pinjaman celana training karna jika tidak aku akan tampak bodor dengan celana tidur. Untuk bu Lilis yang mungkin sekarang sudah jadi super mom karna telah mendaki gunung gede. Untuk Kak Topik yang awalnya malu untuk difoto tapi akhirnya ikut narsis saat difoto. Untuk Kak Danil yang bekal makananya tertinggal. Untuk Kak Sansan yang telah setia menggandeng temanku Nia selama perjalanan pulang. Untuk Lala yang selalu dandan walau di alam. Dan untuk Nia yang sudah mengajak aku untuk menjadi bagian dari mereka semua. Gunung gede bukan hanya wisata, tapi juga perjalanan hati. Thanks for all. I will miss you guys. See you next time. Semoga bisa berkumpul kembali untuk berpetualang.

gunung gede, 7-8 Juni 2014
seselai ditulis pada Rabu, 11 Juni 2014

Komentar